Pengertian
etika
Etika
berasal dari bahasa Yunani Kuno: "ethikos", berarti
timbul dari kebiasaan. Etika adalah
sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat
yang mempelajari nilai
atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup
analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Tujuan-tujuan etika
- Etika
membantu kita untuk mampu mengambil sikap yang tepat pada saat menghadapi
konflik nilai.
- Etika
membantu kita untuk mengambil sikap yang tepat dalam menghadapi tranformasi
disegala bidang kehidupan sebagai akibat modernisasi.
- Etika
memampukan kita untuk selalu bersikap kritis terhadap berbagai ideologi baru.
- Etika
merupakan sarana pembentuk sikap kritis para mahasiswa (khusus untuk
mahasiswa).
Etika sebagai Filsafat Moral
Etika
merupakan ilmu kritis-sistematis tentang moraltas atau yang baik dan yang buruk
dari manusia sebagaimana dapat dimaknai melalui kata-kata atau tindakannya.
Patokannya adalah norma serta sistem yang dijunjung tinggi masyarakat karena
telah terbukti benar dan baik sebagai norma moral atau sebagai sistem nilai.
Norma serta sistem nilai pada dirinya sendiri adalah baik karena telah
mengembangkan dan melestarikan hidup manusia dan menjadikan manusia sebagai
makhluk humani dalam kebersamaan hidup sebagai komunitas atau sebagai
masyarakat. Ada tiga jenis berpikir falsafi tentang moralitas manusia, yaitu:
- Berpikir
falsafi sebagai penyelidikan empirik-deskriptif atau fakta moral (perilaku
manusia).
- Berpikir
normatif
- Berpikir
analitis, kritis, dan metaetis.
Pengertian
etika bisnis menurut para ahli
·
Menurut Velasques (2002)
Etika bisnis merupakan studi yang
dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada
standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku
bisnis.
·
Menurut Steade et al (1984: 701)
Etika bisnis adalah standar etika yang
berkaitan dengan tujuan dan cara membuat keputusan bisnis.
·
Menurut Hill dan Jones (1998)
Etika bisnis merupakan suatu ajaran
untuk membedakan antara salah dan benar guna memberikan pembekalan kepada
setiap pemimpin perusahaan ketika mempertimbangkan untuk mengambil keputusan
strategis yang terkait dengan masalah moral yang kompleks.
·
Menurut Sim (2003)
Etika adalah istilah filosofis yang
berasal dari "etos," kata Yunani yang berarti karakter atau kustom.
Definisi erat dengan kepemimpinan yang efektif dalam organisasi, dalam hal ini
berkonotasi kode organisasi menyampaikan integritas moral dan nilai-nilai yang
konsisten dalam pelayanan kepada masyarakat.
Tiga pendekatan dasar dalam
merumuskan tingkah laku etika bisnis
- Utilitarian
Approach
setiap
tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak
seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat
sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan
dengan biaya serendah-rendahnya.
- Individual
Rights Approach
setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya
memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku
tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan
dengan hak orang lain.
- Justice
Approach
para
pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam
memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara
kelompok.
Tingkatan Etika Bisnis
Weiss (1995:9) mengutip pendapat Carroll (1989) membahas lima tingkatan etika bisnis, yaitu:
1. Tingkat
individual, menyangkut apakah seseorang akan berbohong mengenai rekening
pengeluaran, mengatakan rekan sejawat sedang sakit karena tidak ada di tempat
kerja, menerima suap, mengikuti saran teman sekerja sekalipun melampaui
perintah atasan. Jika masalah etis hanya terbatas pada tanggung jawab
individual, maka seseorang harus memeriksa motif dan standar etikanya sebelum
mengambil keputusan.
2. Tingkat
organisasional, masalah etis muncul apabila seseorang atau kelompok orang
ditekan untuk mengabaikan atau memaafkan kesalahan yang dilakukan oleh sejawat
demi kepentingan keharmonisan perusahaan atau jika seorang karyawan disuruh
melakukan perbuatan yang tidak sah demi keuntungan unit kerjanya.
3. Tingkat
asosiasi, seorang akuntan, penasihat,dokter, dan konsultan manajer harus
melihat anggaran dasar atau kode etik organisasi profresinya sebagai pedoman
sebelum ia memberikan saran pada kliennya.
4. Tingkat
masyarakat, hukum, norma, kebiasaan dan tradisi menentukan perbuatan yang dapat
diterima secara sah. Ketentuan ini tidak mesti berlaku sama di semua negara.
Oleh karena itu, kita perlu berkonsultasi dengan orang atu badan yang dapat
dipercaya sebelum melakukan kegiatan bisnis di negara lain.
5. Tingkat
internasional, masalah-msalah etis menjadi lebih rumit untuk dipecahkan karena
faktor nilai-nilai dan budaya, politik dan agama ikut berperan. Oleh karena
itu, konstitusi, hukum, dan kebiasaan perlu dipahami dengan baik sebelum
seesorang mengambil keputusan.
Ciri-Ciri Bisnis Beretika
1.
Ketaatan pada Hukum dan Aturan
Pelaku usaha dikatakan menyimpang
dari aturan dan hukum bila tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang
(contoh: Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang tentang Pangan,
Undang-Undang Lingkungan, dsb.) atau mengingkari kesepakatan yang telah dibuat
oleh para pihak (contoh: perjanjian).
•Pengembang yang menjual rumah dengan mengabaikan persyaratan legalitas maupun ketentuan standar keselamatan.
•Pengembang yang menjual rumah dengan mengabaikan persyaratan legalitas maupun ketentuan standar keselamatan.
•Perusahaan yang mempekerjakan anak, melanggar ketentuan cuti hamil dan cuti
bersalin, libur dan dan istirahat karyawan.
•Perusahaan yang memungut imbalan
atau jaminan uang atas pekerjaan yang diberikan kepada karyawan.
•Perusahaan yang menjual produk yang
rusak, daluarsa, dan berbahaya.
•Pengelola parkir yang mencantumkan klausula eksonerasi (pengingkaran atau pengalihan tanggungjawab) atas risiko kehilangan kendaraan atau barang dalam kendaraan yang di parkir di wilayahnya.
•Pengelola parkir yang mencantumkan klausula eksonerasi (pengingkaran atau pengalihan tanggungjawab) atas risiko kehilangan kendaraan atau barang dalam kendaraan yang di parkir di wilayahnya.
•Perusahaan yang menggunakan iklan
yang menyesatkan.
2. Akuntabilitas
Pelaku dikatakan tidak menerapkan prinsip akuntabilitas bila pelaku usaha tidak menerapkan prinsip-prinsip usaha yang sehat dan bertanggungjawab, yang meliputi tahapan perencanaan, perancangan, produksi, pemasaran, penjualan, dan pelayanan purna jual. Asas ini mengharuskan pelaku usaha menjalankan usaha dengan profesional dan bertanggungjawab. Berikut ini contoh perusahaan yang tidak akuntabel bila:
Pelaku dikatakan tidak menerapkan prinsip akuntabilitas bila pelaku usaha tidak menerapkan prinsip-prinsip usaha yang sehat dan bertanggungjawab, yang meliputi tahapan perencanaan, perancangan, produksi, pemasaran, penjualan, dan pelayanan purna jual. Asas ini mengharuskan pelaku usaha menjalankan usaha dengan profesional dan bertanggungjawab. Berikut ini contoh perusahaan yang tidak akuntabel bila:
•Manager investasi yang menanamkan
uang klien pada investasi yang berisiko tinggi hanya demi mengejar ’rente’.
•Produsen yang tidak cermat dalam
mengolah produk sehingga membahayakan kesehatan konsumen;
•Perusahaan periklanan membuat iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan, menyudutkan pesaing, dan cenderung merupakan muslihat.
•Perusahaan periklanan membuat iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan, menyudutkan pesaing, dan cenderung merupakan muslihat.
•Kontraktor bangunan mengabaikan
konstruksi bangunan sehingga membahayakan konsumen.
3. Responsibilitas
Responsibilitas adalah suatu sikap bertanggungjawab atas suatu kerugian yang dikeluhkan konsumen, atau yang didesakkan oleh masyarakat tentang suatu penyimpangan. Perusahaan mestinya memegang teguh janji yang harus ditepati, dan segera menepatinya. Dalam dunia usaha, penyimpangan yang banyak terjadi adalah pengalihan tanggungjawab (eksonerasi), yang mana pelaku usaha secara sepihak memutuskan untuk tidak bertanggungjawab atas risiko kerugian yang diderita konsumen, meskipun barang tersebut dalam wilayah kekuasaan pengelola parkir. Contoh pelaku usaha yang tidak bertanggungjawab:
Responsibilitas adalah suatu sikap bertanggungjawab atas suatu kerugian yang dikeluhkan konsumen, atau yang didesakkan oleh masyarakat tentang suatu penyimpangan. Perusahaan mestinya memegang teguh janji yang harus ditepati, dan segera menepatinya. Dalam dunia usaha, penyimpangan yang banyak terjadi adalah pengalihan tanggungjawab (eksonerasi), yang mana pelaku usaha secara sepihak memutuskan untuk tidak bertanggungjawab atas risiko kerugian yang diderita konsumen, meskipun barang tersebut dalam wilayah kekuasaan pengelola parkir. Contoh pelaku usaha yang tidak bertanggungjawab:
•Penjual menolak memberi ganti rugi
atas kerusakan barang yang merugikan pembeli;
•Pengelola parkir yang menolak mengganti kerugian atas kendaraan yang hilang di wilayah parkirnya;
•Perusahaan yang menolak membantu biaya perawatan rumah sakit pada karyawan yang mengalami kecelakaan kerja.
•Pengelola parkir yang menolak mengganti kerugian atas kendaraan yang hilang di wilayah parkirnya;
•Perusahaan yang menolak membantu biaya perawatan rumah sakit pada karyawan yang mengalami kecelakaan kerja.
4. Transparansi
Pelaku usaha disebut transparan apabila mereka memberikan informasi secara proporsional dan efektif. Seringkali pelaku usaha sengaja menutupi atau menyembunyikan informasi tertentu kepada konsumen dengan tujuan mengelabui atau memanipulasi kesan.
Contoh pelanggaran diantaranya:
Pelaku usaha disebut transparan apabila mereka memberikan informasi secara proporsional dan efektif. Seringkali pelaku usaha sengaja menutupi atau menyembunyikan informasi tertentu kepada konsumen dengan tujuan mengelabui atau memanipulasi kesan.
Contoh pelanggaran diantaranya:
•Penjual barang tidak
menginformasikan cacat yang tersembunyi kepada konsumen.
•Perusahaan pembiayaan konsumen tidak menjelaskan risiko hukum yang timbul bila terjadi wanprestasi.
•Produsen obat tidak mencantumkan efek samping obat yang dijual.
•Perusahaan pembiayaan konsumen tidak menjelaskan risiko hukum yang timbul bila terjadi wanprestasi.
•Produsen obat tidak mencantumkan efek samping obat yang dijual.
5. Kejujuran
Kejujuran adalah suatu nilai dimana pelaku usaha mengatakan sesuatu dengan sebenar-benarnya, tanpa ada yang dipalsukan atau disembunyikan. Dalam praktik, banyak pelaku usaha yang membuat iklan atau promosi yang manipulatif, menutupi cacat, membuat kesan yang menyesatkan, dan sebagainya.
Kejujuran adalah suatu nilai dimana pelaku usaha mengatakan sesuatu dengan sebenar-benarnya, tanpa ada yang dipalsukan atau disembunyikan. Dalam praktik, banyak pelaku usaha yang membuat iklan atau promosi yang manipulatif, menutupi cacat, membuat kesan yang menyesatkan, dan sebagainya.
Contoh pelanggaran:
•Penjual obat mengklaim obatnya bisa
menyembuhkan bermacam-macam penyakit seketika.
•Pemilik toko memasang iklan menjual barang diskon, yang sebenarnya hanya bermaksud menggiring orang orang membeli barang lain.
•Pemilik toko memasang iklan menjual barang diskon, yang sebenarnya hanya bermaksud menggiring orang orang membeli barang lain.
•Bank menentukan sepihak menaikkan
beban tagihan yang sudah disepakati semula.
6. Independensi
Independen artinya mandiri, tidak dipengaruhi oleh pihak lain. Pelaku usaha yang berbisnis dibawah tekanan dari pihak lain. Pelaku usaha yang berbisnis dibawah tekanan dari pihak lain tidak akan bisa menghasilkan produk maupun proses yang bisa dipertanggungjawabkan. Pelaku usaha yang independen akan berpedoman pada keyakinan dan kompetensinya sehingga produk yang dihasilkan diyakini aman dan memberi manfaat terbaik bagi konsumen. Contoh adanya intervensi:
Independen artinya mandiri, tidak dipengaruhi oleh pihak lain. Pelaku usaha yang berbisnis dibawah tekanan dari pihak lain. Pelaku usaha yang berbisnis dibawah tekanan dari pihak lain tidak akan bisa menghasilkan produk maupun proses yang bisa dipertanggungjawabkan. Pelaku usaha yang independen akan berpedoman pada keyakinan dan kompetensinya sehingga produk yang dihasilkan diyakini aman dan memberi manfaat terbaik bagi konsumen. Contoh adanya intervensi:
•Pengembang ’menyunat’ spesifikasi
konstruksi perumahan agar bisa menyisihkan sejumlah uang untuk para pejabat
pemerintah bagian perijinan.
•Anggota asosiasi usaha dilarang
menjual barang atau jasa dibawah harga yang sudah dipatok oleh asosiasi,
meskipun harga rendah tersebut sudah menguntungkan.
• Pengelola media massa hanya boleh menyampaikan berita-berita yang tidak ’menyinggung’ penguasa.
• Pengelola media massa hanya boleh menyampaikan berita-berita yang tidak ’menyinggung’ penguasa.
7.
Empati
Bisnis yang berempati artinya bisnis
yang bisa memperlakukan pihak lain sebagaimana dirinya mau diperlakukan. Ini
selaras dengan ajaran ’the golden rule’.
Contoh pelanggaran diantaranya:
•Perusahaan pembiayaan tidak mau
tahu kesulitan konsumen untuk membayar angsuran meskipun yang bersangkutan
sedang di rawat di rumah sakit.
•Penjual menjual produk yang membahayakan
keselamatan konsumen.
•Pengerah tenaga kerja memeras para TKI.
•Pengerah tenaga kerja memeras para TKI.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar